Sukses


Bisakah Konsep TOD Sukses di Indonesia?

Berkaca pada kesuksesan yang terjadi di Negeri Singa, Pemerintah Indonesia pun gencar mengembangkan konsep TOD.

Liputan6.com, Jakarta Konsep Transit Oriented Development (TOD) mungkin masih ‘barang baru’ di Indonesia khususnya Jabodetabek. Meski sebenarnya negara tetangga seperti Singapura sudah lebih dulu menerapkan konsep tersebut sejak puluhan tahun silam.

Berkaca pada kesuksesan yang terjadi di Negeri Singa, Pemerintah Indonesia pun gencar mengembangkan konsep baru ini dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mendukung percepatan pergerakan kaum komuter, termasuk mengurai angka kemacetan.

Menurut Direktur Utama PT Duta Paramindo Sejahtera, Rudy Herjanto Saputra, konsep TOD yang tengah dikembangkan oleh Kementerian Perhubungan khususnya di lokasi angkutan massal, sejatinya harus didukung mixed-use development atau sistem pengembangan berbasis penyampuran fungsi.

Baca juga: 5 Keuntungan Tinggal pada Kawasan Hunian Berkonsep TOD

“Misalnya perkantoran, hotel, tempat tinggal, dan ruang komersial yang dikembangkan menjadi satu kesatuan, atau minimal dua produk properti yang dibangun dalam satu kesatuan,” ujarnya kepada Rumah.com.

Hal tersebut penting, mengingat indikator keberhasilan sistem TOD di suatu wilayah adalah lebih banyak orang dapat tinggal dan bekerja, pergi bersekolah, berbelanja, dan kegiatan lain dengan berjalan kaki dari dan ke transportasi publik. Dengan kata lain, orang-orang dapat melakukan aktivitas lokal lebih efektif dan efisien.

Rudy menambahkan, “Penyediaan jejaring angkutan massal oleh pengembang properti hunian vertikal akan semakin penting, menjelang pelaksanaan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 25 Tahun 2017 tentang pengendalian lalu lintas melalui kebijakan electronic road pricing (ERP).”

Pergub itu menyebutkan ada sembilan ruas jalan yang akan diberlakukan sistem berbayar yaitu Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Jenderal Gatot Subroto, dan Jalan HR Rasuna Said, sekaligus melarang kendaraan bermotor melintas di sembilan ruas jalan tersebut.

“Kebijakan tersebut sudah pasti menimbulkan pergerakan masyarakat di mana akan semakin tergantung pada moda transportasi massal,” tukasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kurangi Angka Kemacetan

Sementara itu Mina Ondang, Senior Member of Investment Team dari Cushman & Wakefield meyakini, konsep TOD di kemudian hari bakal semakin masif.

“Proyek mixed use development menjadi masif dan di kemudian hari menjadi proyek favorit karena masyarakat tidak lagi bermacet-macetan. Bahkan jarak antara Tangerang dan Jakarta bisa ditempuh kurang dari satu jam,” paparnya.

Sebagai kota yang sibuk dengan kegiatan bisnis dan gaya hidup yang cepat, kemacetan menjadi salah satu masalah yang hingga kini belum terpecahkan di Jakarta dan wilayah penyangganya. Rata-rata masyarakat Jakarta memerlukan waktu sekitar lima jam di jalan raya setiap harinya.

Menurut BPTJ tahun 2016, jumlah kendaraan dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi ke DKI Jakarta mencapai 1,4 juta/hari. 423.000 (31%) unit dari Tangerang, 426.000 (32%) unit dari Bogor dan 571.000 unit (38%) dari Bekasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.