Sukses


Tidak Ditempati, Orang Surabaya Beli Properti untuk Gaya Hidup

Menyangkut ketertarikan anak muda berinvestasi properti, hal ini didorong oleh sejumlah kebijakan Pemerintah yang dinilai cukup mendukung

Liputan6.com, Jakarta Sebagai ibu kota dari provinsi Jawa Timur, pasar residensial termasuk perumahan tapak  dan apartemen di Surabaya memang berkembang cukup pesat. Hal ini tak lepas dari pertumbuhan proyek infrastruktur dan moda transportasi massal yang hadir secara masif di sana.

Yang menarik, kaum muda menempati pangsa pasar konsumen properti yang cukup besar di Kota Pahlawan.

Efek pasar yang positif rupanya menjadi pengaruh terbesar bagi Brighton Indonesia. Guna mengikuti tren yang ada, salah satu kantor agen properti ternama di Surabaya ini pun baru saja melakukan sebuah rebranding.

Saat ini, Brighton Indonesia telah memiliki 17 kantor cabang yang tersebar di Surabaya, Sidoarjo, Jakarta, Tangerang, Bali, dan Makassar. Jumlah agen propertinya sendiri sudah mencapai 1.000 orang.

“Selain menghelat Brighton Annual Awards 2017 beberapa hari lalu, kami juga melakukan rebranding secara menyeluruh dengan meluncurkan logo baru yang punya unsur kuat akan kesan dinamis, muda, dan modern. Ini kami tujukan bagi generasi milenial dan semua kalangan (agen) yang memiliki semangat muda,” ujar CCR dari Brighton Indonesia, Widjaja Santoso, saat dihubungi Rumah.com.

Berbicara tentang pangsa milenial, Widjaja mengaku profil konsumen dengan kategori ini ternyata punya ceruk pasar yang cukup besar dalam industri properti di Surabaya. Bahkan menurutnya, tak jarang anak muda berusia 20-an sudah menjadi seorang investor properti.

Simak juga: Bujet Rp500 Jutaan, Dapat Rumah di Surabaya

“Profil konsumen properti di Surabaya ini masih kompleks. Ada yang beli properti sebagai kebutuhan pokok, ada yang untuk investasi, dan menariknya ada juga yang membeli untuk sekedar gaya hidup (lifestyle).”

“Untuk tujuan gaya hidup, maksudnya, si konsumen ini sebenarnya sudah punya rumah tapi tertarik juga untuk punya apartemen. Jadi apartemennya lebih sering dipakai sebagai guest house, saat merasa penat dengan suasana rumah,” Widjaja menjelaskan.

Tak heran kondisi seperti ini yang membuat pasar properti Surabaya cenderung lebih stabil pada semester satu tahun ini. “Terlihat dari animo masyarakat yang masih tinggi, serta proyek-proyek teranyar yang diluncurkan developer,” katanya.

Menyangkut ketertarikan anak muda berinvestasi properti, sambung Widjaja, hal ini didorong oleh sejumlah kebijakan Pemerintah yang dinilai cukup mendukung seperti salah satunya aturan Loan to Value (LTV).

“Berkurangnya porsi uang muka ini semakin memudahkan kaum milenial untuk membeli rumah. Apalagi, beberapa pengembang di Surabaya turut memberikan kemudahan seperti misalnya angsuran ringan, atau promosi beli rumah tanpa uang muka,” ia menambahkan.

Jika dicermati, membeli properti untuk tujuan gaya hidup sama sekali tidak merugikan. Melainkan sebaliknya, menguntungkan. Meskipun pasar properti mengalami perlambatan, harga properti tak pernah turun, hampir selalu naik setiap tahun.

Hal ini tentu lebih baik ketimbang menghabiskan uang untuk traveling atau nongkrong di dafe, yang sekali datang bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah.

Padahal tanpa disadari, rumah yang merupakan kebutuhan dasar utama selalu mengalami peningkatan harga setiap tahunnya antara 5-25 persen. Kalau sudah begini, konsumtif untuk urusan bisnis properti jauh lebih keren, kan?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini