Sukses


Siapkan Ibu Kota Baru, Infrastruktur dan Rumah Jadi PR Utama

Poin utama yang perlu dipikirkan Pemerintah terkait dengan pemindahan ibu kota adalah ketersediaan sarana terutama tempat tinggal.

Liputan6.com, Jakarta Wacana pemindahan ibu kota Indonesia hingga kini masih menjadi trending topic di berbagai portal berita. Meski begitu, sebenarnya, hal ini bukan sebuah isu yang segar bagi masyarakat.

Gagasan untuk menjadikan Jakarta tak lagi sebagai ibu kota sejatinya sudah pernah tercetus sejak era Presiden Soekarno. Kala itu, presiden pertama tersebut mewacanakan ibu kota berada di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Sayang, hingga berganti tampuk kepemimpinan, gagasan itu tak pernah terwujud. Alhasil, presiden kedua Soeharto mewacanakan pusat pemerintahan digeser ke Jonggol, Kabupaten Bogor, lantaran jaraknya yang relatif dekat dengan pusat Jakarta yakni sekitar 56 kilometer.

Pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono wacana pemindahan ibu kota kembali muncul. Namun lagi-lagi, wacana tersebut hilang bak angin lalu. Sampai akhirnya Jokowi beberapa hari lalu kembali mencetuskan rencana pemindahan ibu kota.

Menanggapi ramainya wacana yang beredar, Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan, berpendapat bahwa poin utama yang perlu dipikirkan Pemerintah terkait dengan pemindahan ibu kota adalah ketersediaan sarana terutama tempat tinggal.

“Jika ini benar terealisasi, maka yang sudah pasti berpengaruh secara langsung adalah akan terjadinya perpindahan pelaksana pemerintahan serta partner kerja terkait. Nah, untuk menampung kepindahan mereka ke ibu kota baru, yang utama adalah hunian. Ambil contoh PNS yang bekerja di kantor kementerian mencapai 9.000 orang, maka sebanyak itulah Pemerintah harus sanggup menyediakan suplai rumah di sana,” katanya.

Baca juga: Calon Ibu Kota, Berapa Harga Tanah di Palangkaraya?

Perpindahan ini pun bukan semata-mata menyangkut satu individu, melainkan juga keluarganya yang artinya akan menyebabkan peningkatan populasi di ibu kota baru.

Ike memberi gambaran, peristiwa pemindahan ibu kota sebelumnya pernah terjadi di Pakistan. “Dahulunya, ibu kota negara tersebut ialah Karachi dan sekarang Islamabad. Pergantian ibu kota itu menimbulkan lonjakan populasi dari 100 ribu jiwa menjadi dua juta jiwa,” tambahnya.

Pengaruh dari lahirnya ibu kota baru, sambungnya, adalah tingkat kebutuhan tempat tinggal menjadi mutlak. Apalagi, selama ini, dari kota yang menjadi option untuk calon ibu kota baru  memiliki tingkat penghuni yang jauh lebih rendah dari Jakarta.

“Dengan demikian harus ada persiapan untuk menampung penambahan populasi yang akan terjadi. Satu secara hunian, kedua support system alias fasilitas pelengkapnya. Mulai dari sekolah, rumah sakit, transportasi, pusat perbelanjaan dan hiburan, termasuk juga faktor lingkungan yang aman dan nyaman,” urai Ike.

Tertarik punya rumah baru di Jakarta harga Rp2 miliaran? Lihat pilihannya di sini!

Peran Serta Swasta

Sehubungan dengan rencana pemindahan ibu kota, Kepala Bappenas/Menteri PPN Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa Pemerintah akan melibatkan banyak pihak dalam rencana ini, termasuk swasta dalam hal pendanaan.

“Untuk pendanaan, kita akan dorong model PPP (public private partnership), jadi partisipasi swasta kita libatkan,” urainya.

Ia menuturkan, pada tahun ini pihaknya akan menyelesaikan kajian terkait rencana pemindahan ibu kota negara tersebut. Ia berharap, dalam dua tahun ke depan, sudah mulai ada kegiatan terkait pemindahan pusat administrasi ibu kota negara.

“Kita intinya akan memulai segala proses. Kajian mudah-mudahan tahun ini selesai, termasuk estimasi pendanaannya. Mudah-mudahan kita juga bisa menemukan skema pendanaannya,” tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini