Sukses


Manado Toreh Kenaikan Harga Rumah Tertinggi di Q4 2016

Sebagian besar responden berpendapat bahwa faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR (19,91%)

Liputan6.com, Jakarta Responden memperkirakan indeks harga properti residensial pada triwulan I-2017 mengalami kenaikan sevesar 0,32% (qtq), melambat dibandingkan 0,37% (qtq) pada triwulan IV-2016.

Kenaikan harga rumah terjadi pada semua tipe rumah dengan kenaikan harga tertinggi terjadi pada rumah tipe kecil (0,59%, qtq), sementara kenaikan harga terendah menimpa rumah tipe besar (0,10%, qtq).

(Rumah di Jakarta harga mulai Rp1 Miliar)

Berdasarkan wilayah, hampir semua kota mengalami kenaikan harga rumah kecuali Semarang yang mengalami penurunan harga rumah sebesar -0,05% (qtq), sebagai strategi pemasaran dalam meningkatkan penjualan rumah hunian.

Secara tahunan, harga properti residensial juga diperkirakan mengalami kenaikan yang melambat. Pada triwulan I-2017, harga properti residensial diperkirakan meningkat 1,70% (yoy) melambat dibandingkan 2,38% (yoy) pada triwulan ini.

Survei BI: Pangsa Properti Q4-2016 Cukup Bergairah

Jika diklasifikasikan menurut tipe bangunan, kenaikan harga rumah tertinggi diperkirakan kembali terjadi pada rumah tipe kecil (2,58%, yoy). Sedangkan berdasarkan wilayah, kenaikan harga rumah tertinggi diperkirakan terjadi di Manado (8,76%, yoy).

Sebagian besar responden berpendapat bahwa faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR (19,91%), uang muka rumah (18,39%), perizinan (16,15%), pajak (13,76%), serta kenaikan harga bahan bangunan (13,54%).

Sementara itu, berdasarkan lokasi proyek, suku bunga KPR tertinggi terjadi di Maluku Utara (13,98%) sedangkan suku bunga KPR terendah berada di Nanggroe Aceh Darussalam (10,79%).

Pembiayaan Properti Residensial

Menurut hasil survei Bank Indonesia (BI) pada kuartal empat 2016, dari sisi pembiayaan, sebagian besar pengembang (50,80%) menyatakan bahwa dana internal perusahaan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti, walaupun proporsinya turun dibanding triwulan sebelumnya (56,24%).

Berdasarkan komposisi, sumber pembiayaan pembangunan properti dari dana internal perusahaan rata-rata berasal dari modal disetor (22,94%), laba ditahan (22,04%), joint venture (1,07%) dan lainnya (4,76%).

Baca juga: KPR Mikro, Harapan untuk Pekerja dengan Gaji Rp2,6 Juta

Hasil survei juga mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen (77,22%) masih memilih Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai fasilitas utama dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial. Angka ini meningkat dibanding triwulan lalu (74,77%).

Sedangkan proporsi konsumen yang memilih skema pembayaran tunai bertahap sebesar 15,91%, turun dibanding triwulan sebelumnya (17,62%). Hal ini dikarenakan dampak dari kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) yang efektif sejak akhir Agustus 2016.

Sebagai informasi, tingkat bunga KPR yang diberikan oleh perbankan berkisar antara 8%-12%.

BI juga melansir total KPR dan KPA alias Kredit Pemilikan Apartemen pada triwulan empat 2016 sebesar Rp362,84 Triliun atau tumbuh 1,90% (qtq), meningkat dibandingkan 0,49% (qtq) di triwulan sebelumnya.

Sejalan dengan pertumbuhan KPR dan KPA, pertumbuhan total kredit perbankan juga mengalami kenaikan sebesar 1,66% (qtq), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebesar 1,04% (qtq) pada triwulan sebelumnya.

(Klik rumah.com/perumahan-baru dan temukan puluhan apartemen dan rumah dengan harga mulai Rp100 Jutaan).

Sumber: Rumah.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.