Sukses


Sebelum Ajukan KPR, Kenali Tipe Bank yang Sehat

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pakar keuangan menyebut seseorang yang sudah memiliki rumah dapat diartikan telah mandiri secara finansial. Pasalnya rumah adalah benda mati yang masuk kedalam kategori kebutuhan primer, yang sayangnya belum tentu semua orang bisa memilikinya.

Berbicara tentang cara memilikinya, rumah dapat dibeli dengan cara tunai (cash) bagi sebagian orang yang punya dana besar. Sementara bagi mereka yang tidak seberuntung itu, “masih punya banyak jalan menuju Roma”.

Ya, membeli rumah kini bisa dilakukan dengan cara dicicil atau masyarakat mengenalnya dengan sebutan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

(Cari rumah KPR harga Rp200-300 Juta? Temukan pilihannya di Properti Baru)

Berkaitan dengan pihak yang akan menyalurkan dana kredit, bank adalah salah satu lembaga yang paling kredibel. Meski demikian, ternyata konsumen juga patut mengenali ciri bank yang kompeten untuk dipilih sebagai kreditur. Apa saja kriterianya? Simak ulasan yang dikutip Rumah.com.

Sehat kinerjanya

Dinukil dari buku “Jangan Salah Memilih KPR” karangan Slamet Ristanto, dikatakan bahwa memilih bank yang sehat tidak hanya untuk para pemilik uang yang akan menempatkan dananya dalam bentuk giro, tabungan atau deposito, melainkan juga untuk para debitur yang akan meminjam KPR.

Siapapun tentu tidak ingin bank KPR-nya mengalami masalah, apalagi jika mengingat sertifikat rumah yang dicicil konsumen masih disimpan di sana. Atau celakanya lagi, jika rumah yang dicicil dibangun berdasarkan skema indent dan nama yang tertera dalam sertifikat belum atas nama pemilik.

Nah, untuk menghindari tragedi buruk terjadi, ada baiknya setelah mengangsur beberapa kali tanyakan kepada bank apakah sertifikatnya sudah jadi atau belum.

Suku bunga stabil

Bank dengan suku bunga stabil tentu lebih membuat konsumennya ‘tidur nyenyak’ dibandingkan bank yang memberlakukan suku bunga yang setiap saat berubah.

(Baca juga: Plus Minus Suku Bunga Tetap dan Suku Bunga Fluktuasi)

Misalnya, tahun pertama fixed diberi bunga 7,5% lalu berubah menjadi 16% di tahun kedua, dan di bulan berikutnya naik lagi menjadi 18%. Sudah pasti kondisi ini akan menyebabkan pengaturan finansial konsumennya menjadi kacau.

Menghargai angsuran

Banyak bank yang maunya untung sendiri dan tidak menghargai angsuran nasabahnya, antara lain:

  1. Terlambat beberapa hari saja nasabah didenda. Tetapi ketika membayar maju beberapa kali (istilah di bank ‘pelunasan sebagian’) hanya dibuku di pos cadangan angsuran. Jika begini, lebih baik dana ditabung/didepositokan atau digunakan untuk hal-hal lain terlebih dahulu.
  2. Pada saat melunasi sebelum jatuh tempo kredit diminta membayar seluruh sisa angsuran tanpa restitusi (pengurangan bunga yang akan datang), atau jika pun ada restitusinya sangat kecil tak berarti.
    Umumnya komplain nasabah terjadi untuk sistem perhitungan bunga flat namun untuk sistem bunga anuitas sudah tidak terlalu masalah.

Oleh karenanya, sebelum mengajukan KPR sangat disarankan untuk menanyakan dengan jelas bagaimana sistem perhitungan apabila debitur ingin memanfaatkan restitusi.

Proses transparan

Faktanya, tidak semua bank berani melakukan transparansi terhadap nasabahnya. Maka dari itu, sebelum mengajukan KPR jangan lupa untuk menanyakan beberapa hal seperti:

  1. Persyaratan administrasinya apa saja?
  2. Berapa jumlah minimal uang muka alias DP?
  3. Suku bunga yang berlaku plus skema perhitungan bunganya
  4. Biaya-biaya terkait pencairan kredit. Mulai dari biaya provisi, administrasi, asuransi kebakaran, asuransi jiwa, pembuatan Akta Perjanjian kredit, biaya Akta Jual Beli (AJB), biaya balik nama sertifikat, pajak yang harus ditanggung, hingga pengikatan agunan.

(Ketahui Cara dan Biaya Balik Nama Rumah)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.