Sukses


Tips Agar Rumah Terbebas dari Bencana Alam

Beli tempat tinggal memang tidak bisa asal, selain pertimbangan pribadi seperti harga, nilai investasi, lokasi.

Liputan6.com, Jakarta Bencana alam banjir bandang yang terjadi di Garut Jawa Barat, sejatinya perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua. Tidak hanya merusak rumah dan infrastruktur di sana, bencana ini juga merenggut nyawa hingga puluhan jiwa.

Mengulik tentang fenomena terjadinya bencana alam yang bisa terjadi kapan saja, Dicky Muslim, peneliti geologi dari Fakultas Geologi Universitas Padjadjaran, mengingatkan bahwa Indonesia memang wilayah yang rawan bencana.

“Hampir semua daerah di Indonesia rawan bencana jika dilihat dari wilayahnya yang banyak terdapat pegunungan, lembah dan perbukitan, hutan tropis yang rimbun, sungai yang membentang, serta pantai dan laut yang luuas,” kata Dicky seperti dilansir dari laman Rumah.com, Juma’at (23/9/2016).

Ia juga memaparkan, berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana geologi di Indonesia diklasifikasikan menjadi empat jenis, yakni letusan gunung api, longsor, gempa, dan tusnami.

“Keempat klasifikasi tersebut merupakan bencana yang diakibatkan oleh ragam kontur yang dimiliki oleh hampir seluruh wilayah di Indonesia,” ucapnya.

Sekilas, memang kontur di Indonesia menjadi kekayaan yang indah dan memiliki potensi yang menarik untuk dieksplorasi.

Namun, taukah Anda, kendati terlihat indah, daerah-daerah di Indonesia sebenarnya memiliki tingkat kerawanan yang spesifik. Tingkat kerawanan tersebut tertera pada pemetaan wilayah berdasarkan ilmu geologi teknik, yang ditandai dengan simbol warna-warna.

“Misalnya, bila warna merah, daerah tersebut memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Jika warna kuning, masih tergolong sedang, dan hijau menunjukkan daerah tersebut masih aman. Dan Jawa Barat, termasuk Garut, dikategorikan sebagai daerah yang masuk ke dalam kategori tinggi, ” ujar Dicky.

Lebih lanjut, Dicky juga berpesan kepada masyarakat Indonesia untuk mengindahkan tingkat kerawanan bencana pada suatu daerah, terutama pada saat hendak mencari tempat tinggal.

“Cara sederhana bisa ditinjau dari beberapa parameter seperti jenis tanah dan air yang ada di daerah tersebut,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jenis tanah

Tanah dan bebatuan merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Di mana tanah sejatinya merupakan hasil pelapukan bebatuan dalam kurun waktu yang lama. Menurut Dicky, setiap wilayah memiliki warna dan kondisi tanah yang berbeda. Di Indonesia memiliki 18 jenis tanah antara lain:

  • Tanah Aluvial
  • Tanah Andosol 
  • Tanah Grumusol 
  • Tanah Humus 
  • Tanah Inseptisol
  • Tanah Laterit 
  • Tanah Latosol 
  • Tanah Litosol
  • Tanah Kapur
  • Tanah Mergel
  • Tanah Organosol
  • Tanah Oxisol
  • Tanah Padas
  • Tanah Pasir
  • Tanah Podsol
  • Tanah Podsolik Merah kuning
  • Tanah liat

Semua jenis tanah tersebut memiliki karaker yang bisa menunjukkan potensi wilayah dan bencananya. Misalnya, tanah aluvial, jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang terjadi karena endapan lumpur yang terbawa karena aliran sungai.

Tanah ini berada pada bagian hilir yang dibawa dari hulu permukaan. Warna dari tanah aluvial berwarna cokelat hingga kelabu. Dengan karakteristik tersebut, bisa dipastikan sangat rawan longsor serta banjir bandang.

Untuk itu, sangat penting untukk meninjau kemiringan tanah dan bagian hulu yang tidak ditanami pohon. Karena, sangat besar kemungkinannya mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor

3 dari 4 halaman

Perhatikan kondisi air

Air yang banyak bisa jadi dikarenakan curah hujan yang tinggi, misalnya seperti di Bogor dan Kawasan Bandung Utara.

Jadi bila Anda hendak mencari rumah yang berlokasi di daerah yang bercurah hujan tinggi, pilihlah rumah yang dekat tempat penampungan air dengan kapasitas penampungan yang baik.

“Artinya, pada saat musim hujan, air bisa ditampung dengan maksimal, dan tidak menyebabkan banjir. Misalnya terdapat waduk atau danau di sekitar rumah,” kata Dicky.

4 dari 4 halaman

Pilih rumah yang sesuai perencanaan KDB dan KLB

 

“Rumah yang baik adalah rumah yang dirancang tidak selalu karena faktor komersil, melainkan juga karena sifat alam,” kata Dicky.

Menurut Dicky, bumi itu dinamis. “Saat ini mungkin, digolongkan aman, namun nanti bisa saja berubah jadi berisikon karena kerusakan yang dialami. Dan ini sangat erat hubungannya pada saat membuat rumah. Sebuah wilayah bisa berubah menjadi berbahaya, jika dibangun perumahan yang tidak memperhatikan linkungannya,” paparnya.

Dalam properti dikenal dengan 2 istilah yakni, Koefesien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefesien Luas Bangunan (KLB). Keduanya sangat berpengaruh pada rencana pembangunan properti di atas sebidang tanah.

Biasanya, ketentuan KDB dan KLB berupa persentase. Misalnya, sebuah kawasan memiliki aturan KDB 60%, maka properti yang dapat dibangun luasnya tak lebih dari 60% dari luas lahan.

Sedangkan KLB, biasanya ditandai dengan angka. Misalnya, Anda memiliki lahan seluas 500m2 di lokasi dengan KLB 3, maka luas bangunan yang boleh dibangun adalah 500m2 x 3 = 1.500m2.

Peraturan KDB dan KLB tidak terlepas dari aturan pemerintah setempat. Dan setiap pengembang wajib mempertimbangkan hal ini pada saat hendak mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Faktanya, daerah yang mengalami bencana biasanya karena disebabkan kelalaian atau kerakusan manusia. Rumah yang harusnya hanya model 1 lantai, tiba-tiba berubah menjadi 2 lantai. Akibatnya daya tanah akan berkurang dan menyebabkan longsor,” ucap Dicky.

Foto Pixabay

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini