Sukses


Apa Sajakah Ragam Perjanjian Saat Hendak Beli Properti?

Pada saat hendak membeli hunian, Anda akan kerap mendengar istilah perjanjian jual beli seperti Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB)

Liputan6.com, Jakarta Pada saat hendak membeli hunian, Anda pasti jadi akan lebih sering mendengar istilah seputar perjanjian jual beli mulai dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Pengikatan Jual Beli (PJB) dan Akta Jual Beli (AJB).

Bagi Anda yang first time buyer atau kali pertama membeli rumah, ketiga istilah tersebut bisa jadi cukup ‘asing’ didengar. Namun sayangnya, bila Anda menganggap remeh istilah-istilah tersebut, ternyata bisa fatal akibatnya.

Dalam ketiga istilah tersebut tertera jelas antara hak dan kewajiban, baik untuk konsumen maupun pengembang (penjual). Dan apabila Anda benar-benar tidak memahaminya, ditakutkan bisa merugikan Anda sebagai konsumen.

Pada artikel ini akan dijabarkan istilah perjanjian penting saat hendak beli hunian baik rumah maupun apartemen, seperti dilansir dari laman Rumah.com. Berikut ulasannya:

Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB)

Perjanjian pertama adalah PPJB. Tujuan adanya PPJB ini sebagai pengikat sementara, saat pembuatan AJB resmi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Singkatnya, PPJB adalah isi kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau ‘uang muka’ berdasarkan kesepakatan.

Biasanya, pembuatan PPJB ini dibuat pada saat pembayaran harga belum luas. Adapun isi yang tertera pada PPJB antara lain harga, kapan waktu pelunasan, dan ketentuan dibuatnya AJB.

Menurut Ferly Firmansyah, supervisor marketing PT. Barokah Propertindo Mandiri, poin-poin penting pada PPJB ini meliputi obyek pengikatan jual beli, kewajiban dan jaminan penjual, kewajiban bagi pembeli, dan isi perjanjian pengikatan jual beli sesuai keputusan pemerintah.

Pengikatan Jual Beli (PJB)

Kedua adalah Pengikatan Jual Beli (PJB). Perjanjian ini menjelaskan kesepakatan antara penjual untuk menjual properti miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta notaris.

Adanya PJB ini sebenarnya membantu konsumen apabila hendak menjual propertinya dengan alasan tertentu, misalnya belum lunasnya pembayaran properti.

Ferly menjabarkan bahwa PJB dikenal menjadi dua macam yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas. PJB lunas menjelaskan transaksi atas obyek jual beli yang berada di luar wilayah kerja notaris atau PPAT yang bersangkutan.

“Sedangkan PJB tidak lunas dibuat apabila pembayaran harga jual beli belum lunas diterima oleh penjual. Pada PJB tidak lunas, hal-hal yang dicantumkan antara lain jumlah uang muka yang dibayarkan pada saat penandatangan akta PJB, cara atau termin pembayaran, kapan pelunasan, dan sanksi-sanksi yang diberikan,” tambahnya.

Akta Jual Beli (AJB)

Terakhir adalah Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian ini merupakan akta otentik yang dibuat dan dikeluarkan oleh PPATK. Tujuannya, sebagai peralihan hak atas tanah dan bangunan.

“Aturan pembuatan AJB ini bersifat baku, karena mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 8 Tahun 2012 tentang Pendaftaran Tanah. Salah satu syarat AJB ini bisa dibuat, apabila seluruh pajak-pajak yang timbul akibat jual beli sudah dibayarkan seluruhnya oleh pihak yang berkewajiban,” urai Ferly.

Nanti setelah AJB diterima, Anda bisa melakukan tahap ‘balik nama’ dengan mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan setempat. Apabila proses ‘balik nama’ ini selesai, maka hak atas tanah dan bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli.

Feature picture: pixabay.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini