Sukses


Pemerintah Diminta Bantu Pengembang Rumah Subsidi

Pemerintah masih perlu menyempurnakan sejumlah kebijakannya agar Program Sejuta Rumah yang saat ini sedang berjalan bisa efektif.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih perlu menyempurnakan sejumlah kebijakannya agar Program Sejuta Rumah yang saat ini sedang berjalan bisa efektif.

Target Program Sejuta Rumah menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Berbagai kemudahan yang diberikan seperti uang muka (DP) sebesar 1 persen dan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap sebesar 5% hingga lunas diharapkan mempermudah kalangan MBR memiliki rumah, yang menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia.

Namun di sisi lain, program tersebut membuat para pengusaha pengembang perumahan, khususnya di kategori rumah sederhana dan rumah subsidi, sedikit kewalahan. Salah satunya adalah kebijakan subsidi bunga.

Sabri Nurdin, ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Banten mengungkapkan bahwa kemudahan yang diterima konsumen kalangan MBR tidak diberikan kepada para pengembang.

“Sejauh ini programnya bagus. Berpihak kepada masyarakat. Tetapi ada beberapa faktor yang dirasa belum berpihak kepada para pengembangnya,” ujar Sabri kepada RumahCom.

“Kebijakan-kebijakan subsidi bunga hanya untuk konsumen. Sementara para pengembangnya sendiri ada beberapa regulasi yang masih belum banyak membantu secara nyata kepada para pengembangnya,” ia menambahkan.

Uang muka kecil yang ditetapkan Pemerintah mengakibatkan cash-flow pengembang terganggu. Selain itu, bunga pinjaman kredit konstruksi yang dikenakan kepada pengembang juga masih tinggi.

“Di sisi pengembang (DP 1%) itu menjadi bumerang. Bayangkan dengan DP 1% dari rumah seharga Rp125 Juta berarti hanya Rp1,25 Juta. Lalu kita sudah harus mendirikan rumah 100%. Cash-flow perusahaan bisa berantakan,” ujar bendahara APERSI Banten, Suwandi Tio.

“Kedua, hampir rata-rata pengembang MBR ambil kredit ke bank. Jadi kredit KPR 5%, tetapi kredit yang dikucurkan bank untuk si pengembang di atas 13% di konstruksinya,” lanjutnya.

Sebagai solusi untuk mengimbangi DP yang rendah, Andi, sapaan Suwandi, meminta Pemerintah untuk memberikan kemudahan dan fasilitas, di antaranya dengan menurunkan bunga kredit konstruksi atau pinjaman lunak khusus pengembang perumahan subsidi.

Sementara itu, Sabri menjelaskan bahwa Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah melontarkan wacana penurunan kredit konstruksi sekitar enam bulan lalu. Meski demikian, hingga kini belum terlaksana.

“Kalau itu terealisasi, hal itu akan sangat membantu pengembang,” ujar Sabri.

Penyederhaan proses perizinan belum diterapkan secara menyeluruh

Menteri PUPR terus mendorong percepatan pembangunan perumahan untuk MBR, salah satunya dengan menyederhanakan proses perizinan pembangunan dari yang tadinya 42 tahapan menjadi delapan tahapan. Dengan begitu, pengurusan perizinan bisa selesai dalam waktu 9-14 hari.

Namun, Defrian Olivya, sekretaris APERSI Banten, mengungkapkan bahwa hal tersebut belum diimplementasikan secara menyeluruh. Terutama di wilayah Banten.

“Terkait masalah perizinan, dari awal perizinan sampai bisa membangun, sampai IMB keluar, paling tidak memakan waktu kurang lebih empat hingga enam bulan. Lalu sertifikasi, bisa sampai delapan bulan sampai setahun. Maka itu, kami berharap ada pemangkasan secara nyata,” katanya.

“Rancangannya memang sudah ada tetapi implementasi di daerah-daerah belum dilaksanakan secara menyeluruh,” Defri menjelaskan.

Butuh pasokan lahan dari Pemerintah

Pemerintah dan APERSI sepakat bahwa rumah yang tersedia untuk MBR saat ini belum dapat mengimbangi permintaan pasar. Ketersediaan lahan menjadi salah satu penyebabnya.

Defri menjelaskan bahwa sejauh ini pengembang mencari sendiri lahan untuk perumahan sederhana dan subsidi. Hal ini membuat lokasinya tidak terkoordinir dan tidak terintegrasi dengan fasilitas sosial.

“Seharusnya ada perumahan menengah atau mewah yang terintegrasi dengan perumahan subsidi. Kalaupun tidak ada, akses dan infrastsrukturnya bisa diperbaiki. Kami juga mendorong kepala daerah-kepala daerah untuk membuat Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) mengenai sentralisasi wilayah yang diperuntukkan untuk rumah MBR,” katanya.

“Saat ini, meski ekonomi makro melemah, daftar tunggu pembeli MBR masih banyak,” Defri menjelaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini