Sukses


Recovery Sektor Ritel Diprediksi Segera Terjadi

Sektor ritel diprediksi akan mengalami kebangkitan di tengah kondisi ekonomi global yang masih membayangi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Secara umum, harapan membaiknya pertumbuhan ekonomi dan bisnis selepas Tahun Pemilu 2014, ternyata masih belum sepenuhnya tercapai. Sepanjang 2015, pertumbuhan PDB hanya mencapai 4,8%, akan tetapi memasuki paruh kedua tahun lalu, tren perbaikan ekonomi mulai terlihat menguat.

“Bahkan Pemerintah menargetkan pertumbuhan PDB mencapai 5,3% di 2016 ini,” jelas Anton Sitorus, Kepala Riset dan Konsultasi Savills Indonesia dalam pemaparan hasil survei dan analisis pasar properti Jakarta, yang ditulis Rumah.com Rabu (11/5).

Faktor lain adalah turunnya suku bunga acuan BI Rate menjadi 6,75% sejak Maret lalu. Hal ini diharapkan dapat membuat suku bunga kredit (termasuk KPR) juga ikut turun.

“Selain itu, inflasi juga masih cukup baik, hingga April 2016 berada di angka 3,6%, sementara nilai tukar Rupiah stabil di kisaran Rp13.000 per Dolar Amerika,” tutur Anton.

Middle-Up Mendominasi

Menurut Anton, pasokan ruang ritel sewa di Jakarta mencapai 2,8 juta meter persegi, dimana pasokan kelas middle-up mencapai 41%, diikuti kelas upper (31%), high-end (15%) dan middle-low (14%).

Dilihat dari wilayah, Jakarta Selatan memimpin pasokan ruang ritel yakni sebesar 40%. Sementara Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur, masing-masing memasok 21%, 19%, 15%, dan 5%.

“Jakarta Selatan masih menjadi lokasi paling populer untuk ruang ritel, dimana beragam kelas mal ada di sini. Sedangkan, ritel kelas high-end cuma ada di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat—dekat dengan kawasan CBD,” papar Anton.

Di sisi penyerapan, sebanyak 85% ruang ritel Jakarta selama 20 bulan terakhir diserap kelas upper dan middle-up. Hal ini, menurut Anton, terkait pasokan ruang ritel yang ada di pasar.

“Misalnya, mal high-end tidak ada pasokan baru. Yang terakhir adalah Pacific Place,” ujarnya.

Berdasarkan survei Savills Indonesia selama kuartal pertama 2016, penyerapan ruang ritel di Jakarta mencapai 16.000 m2. Angka ini tergolong tinggi, hampir setengah dari pencapaian di 2015 yang “hanya” 40.000 m2.

“Dengan minimnya pertumbuhan pasok dan permintaan yang terbatas, okupansi tak terlalu banyak perubahan, yakni rata-rata 91,6%,” jelas Anton.

Berdasarkan segmen, okupansi pusat perbelanjaan high-end mencapai 99%, segmen upper mencapai 93%, sementara kelas middle-up dan middle-low mencapai 87% dan 93%.

Di sisi lain, harga sewa rata-rata ruang ritel high-end mencapai Rp794.000 per meter persegi per bulan, sedangkan kelas upper, middle-up, dan middle-low masing-masing Rp513.000, Rp317.000, dan Rp220.000 per meter persegi per bulan.

Recovery?

Sementara itu, Rosaline Lie, Senior Director Retail Savills mengatakan walaupun hasil survei di awal 2016 menunjukkan tingkat permintaan masih relatif terbatas, namun secara keseluruhan pasar ritel masih terbilang stabil.

Lebih lanjut lagi, dia yakin pasar ritel berpeluang menjadi sektor properti yang pertama bangkit dari kondisi perlambatan yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.

“Faktor yang bisa menjadi pendorong peningkatan pasar ritel adalah kondisi pertumbuhan pasok yang relatif minim—akibat pembatasan pembangunan pusat perbelanjaan baru di wilayah DKI Jakarta—sehingga kompetisi yang ada tidak seketat dibanding sektor lainnya,” tuturnya.

Faktor lain adalah daya beli masyarakat Jakarta yang terbilang cukup tinggi dan tren gaya hidup yang mendorong pengeluaran dan konsumsi. Hal ini bisa memicu tingkat permintaan ritel secara signifikan jika terjadi perbaikan ekonomi dalam waktu dekat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.