Sukses


Kenali Jenis KPR Sebelum Beli Rumah

Apakah Anda berminat untuk mengajukan KPR untuk membeli rumah idaman? Berikut ulasan ragam tentang pembiayaan KPR.

Liputan6.com, Jakarta Kemampuan setiap individu dalam upaya memiliki rumah idaman tidak bisa disamaratakan. Ada yang mampu membelinya secara kontan, ada pula yang memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Jika Anda saat ini berenca untuk menggunakan kredit dari pihak bank, sudah seharusnya Anda mengenal ragam fasilitas pembiayaan KPR dan apa saja yang harus Anda perhatikan agar bisa mengajukan KPR dengan lancar.

Landasan Ketetapan KPR

Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/10/PB/2015 Tanggal 18 Juni 2015 Tentang Rasio Loan to Value (LTV) dan Rasio Financing to Value (RTV), ditetapkan aturan kewenangan KPR untuk pembiayaan obyek properti seperti rumah tapak, rumah susun, rumah kantor (rukan) dan rumah toko (ruko).

Saat ini, istilah KPR masih menjadi umum untuk setiap bank, baik konvensional ataupun syariah. Khusus syariah, tetap digunakan istilah KPR dengan penambahan ‘syariah’ di belakangnya, menjadi KPR Syariah.

Hal lain yang membedakan antara konvensional dan syariah adalah dalam penggunaan istilah rasio. Jika KPR konvensional menggunakan istilah rasio LTV, untuk syariah menggunakan rasio FTV.

Kedua rasio tersebut berasal dari ketentuan Bank Indonesia yang membatasi besarnya pemberian kredit/pembiayaan.

Artinya,rasio besarnya kredit/pembiayaan bank dibandingkan dengan nilai agunan/properti yang diserahkan ke bank.

Mengenal obyek yang dibiayakan KPR

Masih mengacu pada Peraturan Bank Indonesia, terdapat tiga obyek yang dapat dibiayai, yakni rumah tinggal, rumah susun, rumah kantor dan rumah toko.

Rumah tinggal merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan. Untuk rumah susun biasa dikategorikan dengan kondominium, apartemen, flat, dan griya tawang.

Sedangkan untuk rukan dan ruko ditetapkan merupakan kesatuan dari tanah beserta bangunan yang izin pendiriannya diperuntukan sebagai tempat tinggal sekaligus komersial.

Jenis pembiayaan KPR rumah tinggal

1. Pembelian rumah baru

Pada setiap penawaran rumah baru dikenal istilah bangunan sudah jadi (ready stock) dan yang belum jadi (indent). Baik bangunan sudah jadi dan belum jadi, bagi Anda calon pembeli sebaiknya mempertimbangkan aspek berikut:

– lokasinya baik, untuk pemukiman lingkungannya sehat, nyaman, bebas banjir atau tidak. Anda juga bisa melihat kondisi lokasi rumah baru di sini.

– Akses ke tempat bekerja lancar dan tidak terlalu jauh. Selain itu, akses rumah juga mudah menuju tempat-tempat berbelanja/pasar/mal, sekolah anak, rumah sakit/dokter, sarana dan prasarana ibadah.

– Reputasi pengembang baik, dan juga kualitas bangunannya. Jika Anda berencana memesan rumah baru indent, Anda harus melacak apakah dapat selesai baik dan tepat waktu sehingga dapat menjadi pegangan kita.

– Pastikan memiliki IMB dan status tanah milik pengembang.

– Pilih pengembang yang menjalin kerjasama dengan pihak bank.

2. Pembelian rumah bekas

Membeli rumah bekas memiliki keunikan dibandingkan jika Anda membeli rumah baru. Pada saat membeli rumah bekas, Anda bisa membeli rumah di bawah harga pasaran, tergantung kondisinya atau kondisi pemiliknya.

Anda bisa mendapatkan harga rumah yang lebih rendah dari pasaran karena kondisi pemilik rumah biasanya membutuhkan uang cepat atau mengalami mutasi kerja ke daerah lain.

Jika Anda hendak membeli rumah bekas, sebaiknya perhatikan status tanah rumah SHM (Surat Hak Milik) atau SHGB (Surat Hak Guna Bangunan). Jika SHGB perhatikan jangka waktunya, apakah masih lama atau tidak.

Perhatikan juga terkait dokumen penting seperti keaslian sertifikat, IMB, dan bukti pembayaran PBB tahun berjalan.

Pada saat Anda mengajukan KPR, pihak bank akan meminta surat penawaran dari penjual mengenai harga jual rumah tersebut.

Jangan lupa untuk siapkan dana untuk keperluan proses akta jual beli, pengurusan balik nama sertifikat dan pengikatan agunan dilakukan oleh notaris rekanan bank.

3. Pembangunan sendiri

Selain membeli rumah dengan jenis yang dijelaskan sebelumnya, ada juga yang membangun rumah baru dari tanah kavling yang sudah dibeli dari pihak pengembang.

Jika Anda salah satunya, Anda wajib sudah memiliki bukti legalitas kepemilikan tanah seperti SHM/SHGB, dokumen asli berupaa sertifikat, IMB, gambar bangunan dan bukti pembayaran PBB tahun berjalan.

Status kepemilikan SHM/SHGB sangat penting Anda tinjau. Khusus SHGB, pihak bank akan meneliti kapan jatuh temponya.

Jika sebelum jadwal kreditnya lunas, maka bank akan meminta surat kuasa untuk memperpanjang jangka waktu SHGB berikut biaya pengurusan perpanjangannya.

Begitu juga terkait pajak bangunan. Jika PBB menunggak bertahun-tahun dapat mengurangi kepercayaa pihak bank untuk memberikan KPR.

Pada saat pihak bank merealisasikan KPR kepada tabungan calon nasabah, umumnya prosentase tertentu dan sisanya didasari dari kemajuan proyek pembangunannya.

Sumber: dikutip dari laman www.rumah.com
Feature picture: pixabay.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini