Sukses


Pertumbuhan Properti 2016 Mengalami Perlambatan

Sebuah data menunjukkan bahwa perkembangan properti di Jakarta mengalami perlambatan pada quartal 1 tahun 2016.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah data menunjukkan bahwa perkembangan properti di Jakarta mengalami perlambatan pada quartal 1 tahun 2016. Segmentasi properti tersebut mencakup gedung perkantoran, residensial, ritel dan komersial.

Ferry Salanto, Associate Director Research Colliers International dilansir dari laman Rumah.com, mengatakan perlambatan ini ditinjau dari kondisi 2015 hingga 2016, yang menurun siginifikan sebesar 15%. Menurutnya, trend penurunan ini serupa dengan yang terjadi 2015.

“Kondisi itu dikarenakan harga properti saat ini tinggi, sedangkan harga sewa mengalami penurunan. Pemilik properti, akhirnya memutuskan membuat penawaran yang gila-gilaan, seperti diskon besar-besaran,” ujarnya.

“Bayangkan, harga untuk harga sewa perkantoran saja saat ini dipatok sebesar Rp200 Ribu-Rp300 Ribu per meter persegi,” ia menambahkan.

Meski mengalami perlambatan, Ferry juga mengatakan, khusus perkantoran di kawasan CBD akan mengalami kenaikan harga sewa sebesar dua kali lipat dari harga sewa saat ini. Rentan tahun 2015 – 2018 , harga sewa akan diperkirakan meningkat menjadi Rp500 ribu-Rp600 ribu meter persegi.

“Kenaikan tersebut jelas dipengaruhi dengan adanya pembangunan infrastruktur Mass Rapid Transit (MRT) yang akan mendukung revitaliasi bangunan perkantoran. Bahkan, nanti akan ada penawaran sebanyak 2,1 juta meter persegi bangunan perkantoran tambahan di kawasan CBD di 2019,” jelas Ferry.

Di luar kawasan CBD, kondisi beberapa proyek gedung perkantoran mengalami perubahan jadwal penyelesaian.

Pembangunan yang semula ditargetkan akan rampung pada tahun 2016 ternyata mengalami perlambatan 9% dari tahun ke tahun. Sehingga sisanya akan menjadi pekerjaan rumah yang rampung pertengahan 2016 dengan total penawaran meningkat hingga 52,5%.

“Bagian barat dan selatan Jakarta yang diprediksi akan mencapai penawaran tertinggi sebesar 85% juga dinilai tidak mencapai target. Hal itu dsebabkan mayoritas peminat penyewa masih dari perusahaan minyak dan gas bumi. Sedangkan, harga minyak mengalami penurunan. Jadi cukup berpengaruh,” tambah Ferry.

Residensial

Hal yang sama juga dialami pada sektor residensial khususnya apartemen. Perlambatan terjadi terlihat pada quartal 2016 ini, sedikitnya tiga apartemen di Jakarta ternyata lebih fokus pada penjualan produk lama/unit lama, dibanding meluncurkan unit baru.

Diagram lokasi yang banyak dibangun apartemen hingga Q1 2016. (Source: Colliers International)
Diagram lokasi yang banyak dibangun apartemen hingga Q1 2016. Dimana Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan menduduki peringkat tiga teratas. (Source: Colliers International)

Ferry juga memaparkan, jika pada 2015 pembangunan apartemen diproyeksi akan mencapai 30.000 unit, justru pada saat ini hanya sekitar 15.000. Di tahun ini, jumlah supply merupakan titik tertinggi dibanding dua tahun terakhir.

“Kami memroyeksikan untuk tahun 2016-2019 kemajuan pembangunan akan lambat, groundbreaking terlambat ( proses pembangunan pertama), hingga bahkan perkembangan izin pembangunan akan menghiasi seputar apartemen di Jakarta,” ujar Ferry.

Penawaran apartemen selama tahun-tahun tersebut bisa mencapai 75.083 unit. Hal ini menunjukan penuruan sebanyak 3,2% jika dibandinkan dengan proyek tahun lalu yang mencapai 77.549 unit.

Terhitung dari Januari-Maret 2016 hanya terdapat tiga proyek yang diluncurkan kepada publik. Ini hanya menunjukkan sepertiga dari perbandingan yang terjadi pada periode sama di tahun 2015.

Dengan kata lain, saat ini tercatat untuk proyek baru sebanyak 1,154 unit yang tersedia mulai dari segmen pasar kelas menengah hingga kelas atas. Sayangnya, kondisi proyeksi itu baru tercapai, untuk jangka waktu antara tahun 2019 hingga 2020.

Sektor Ritel

Pada sektor ritel di Jakarta, Mal-mal masih terbatas pada segi pembangunan. Berdasarkan data Colliers International, Sejak One Belpark Mall mulai beroperasi di pertengahan 2015, penawaran tetap pada angka 4,45 juta meter persegi di Q1 2016.

Tidak hanya itu, sejumlah Mall juga baru mulai beroperasi di pertengahan tahun 2016 seperti Pantai Indah Kapuk Mall dan Neo Soho Mall dari Podomoro City. Hal itu menandakan kumulatif penawaran tumbuh menjadi 2,2% dari tahun ke tahun di Jakarta.

Menjelang 2018, Jakarta akan siap menampung penawaran pembangunan gedung ritel sebanyak 390.000 meter persegi. Jumlah tersebut merupakan akumulatif penawaran yang terjadi dari 2016 hingga 2018.

Sekilas, operasional ritel akan berkembang terhitung pada pertengahan 2016, di mana pembangunan akan sedikit tersendat karena adanya moratorium yang membatasi penambahan mall di Jakarta.

Sehingga, saat ini sejumlah mal membuat keputusan perubahan konsep menjadi sesuatu perubahan baru dengan tujuan menarik pengunjung.

Data penawaran sektor ritel di BoDeTaBek yang menunjukkan Bekasi masih menjadi lokasi utama pembangunan ritel sejalan dengan pembangunan kawasan industri di sana (source: Colliers International)
Data penawaran sektor ritel di BoDeTaBek yang menunjukkan Bekasi masih menjadi lokasi utama pembangunan ritel sejalan dengan pembangunan kawasan industri di sana (source: Colliers International)

Situasi ritel di BoDeTaBek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) pun nyaris serupa dengan kondisi Jakarta, di mana penawaran jumlah ritel akan berlangsung pada pertengahan 2016.

Saat ini, penawaran kumulatif di BoDeTaBek sebebsar 53,2% lebih besar dari Jakarta. Meskipun penawaran akan tinggi, peoperasionalannya akan dimulai tahun 2018.

Di kawasan BoDeTaBek, Bekasi paling berkontribusi pembangunan pusat perbelanjaan mendatang. Pembangunan akan dilokasikan berdekatan dengan kawasan industri dan fasilitas trasnportasi Light Rapid Transit (LRT).

Selanjutnya, kawasan Depok dan Bogor akan dilokasikan yang berdekatan dengan kawasan hunian dan terintegrasi dengan koneksi penghubung bagian selatan dan barat Jakarta.

Sektor Hotel

Berbeda dengan ketiga sektor sebelumnya, untuk sektor perhotelan khusus di Jakarta, terlihat masih optimis sejauh Q1 2016.

Angin segar itu, dikarenakan adanya Peraturan Presiden No.21 tahun 2016 yang mengatur tentang bebas visa kunjungan.

Selain itu, perkembangan turisme yang dinamsi juga kian mendukung pertumbuhan perhotelan di Jakarta. Misalnya, dengan adanya World Halal Tourism Award, Best Halal Tourist Destination, dan Best Halal Honeymoon Destination.

Grafik kondisi penawaran untuk sektor hotel di Bali yang dikategorisasikan berdasarkan rate hotel (source: Colliers International)
Grafik kondisi penawaran untuk sektor hotel di Bali yang dikategorisasikan berdasarkan rate hotel (source: Colliers International)

Tidak hanya di Jakarta optimisme juga dirasakan di Bali dan Lombok, dimana seperti diketahui kedua lokasi tersebut merupakan destinasi penarik 30% turis untuk datang ke Indonesia.

Colliers mencatat, pada akhir Januari 2016, Bali misalnya sudah menghasilkan sebanyak 4,2 juta atau sekitar 40% dari total keseluruhan turis yang datang ke Indonesia. Itu sebabnya Bali masih menjadi primadona.

Kategori hotel yang berkembang dan berpotensi sepanjang Q1 2016 adalah hotel bintang 4 yang hampir menyentuh angka 21.000 meter persegi. Kemudian, disusul bintang 5 diangka 17.000 meter persegi, dan bintang 3 diangka 16.000 meter persegi.

Jumlah pertumbuhan ini akan masih berlanjut hingga tahun 2019, yang diproyeksikan akan menyentuh angka penambahan area 30.000 meter persegi.

Feature picture: Dokumen pribadi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.