Sukses


Timur Tengah Bergejolak, Investor Properti Incar Negara Ini

Menghangatnya kondisi geopolitik di Timur Tengah serta turunnya harga minyak ke level terendah, membawa berkah bagi properti di negara...

Liputan6.com, Jakarta Menghangatnya kondisi geopolitik di Timur Tengah serta turunnya harga minyak ke level terendah, membawa berkah bagi properti di Inggris. Pasalnya, kondisi tersebut menyebabkan investor swasta Timur Tengah beralih mengincar properti yang berbasis di London dan sekitarnya. Demikian hasil riset yang dilakukan konsultan properti JLL.

“Tren ini pertama kali muncul lima tahun lalu saat munculnya arus demonstrasi di kawasan Timur Tengah (dikenal dengan nama ‘Arab Spring’), akan tetapi tren ini dipercepat dalam 24 bulan terakhir,” kata Fadi Moussalli, Kepala JLL Timur Tengah dan Afrika seperti dikutip Rumah.com, Selasa (5/4).

Bukti tren penyelamatan aset ini dapat dilihat dari jenis aset yang dicari investor.

“Transaksi yang terjadi saat ini berada di kisaran sub-institusional, yakni antara USD20 juta hingga USD50 juta, sementara aset yang disukai adalah yang menawarkan yield tinggi dengan tenor sewa jangka panjang. Singkatnya, para investor mencari properti jangka panjang yang stabil dengan yield yang baik,” tambah Moussalli.

Fluktuasi mata uang yang terjadi, imbuhnya, juga memberikan dorongan bagi tren pembelian. Pasalnya, Poundsterling Inggris berada di level terendah dalam tujuh tahun terakhir terhadap Dollar Amerika—mata uang patokan di kawasan Timur Tengah.

Tekanan untuk membeli juga mendorong investor Timur Tengah untuk mempertimbangkan aset non-inti (non-core asset). Mereka juga semakin melebarkan “perburuan” di luar London, di mana yield yang lebih tinggi lebih mudah dicapai.

Jika biasanya investor Timur Tengah telah menyukai investasi perkantoran dan ritel, untuk mengejar yield tinggi mereka kini membeli aset non-inti seperti properti logistik, kesehatan, dan akomodasi pendidikan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tinggi dan berinvestasi jangka panjang.

“Dengan memanasnya permintaan properti di London, investor kini bersedia mempertimbangkan (untuk membeli) properti di Inggris Utara, terutama di lokasi yang menawarkan yield dan capital gain yang baik,” jelas Moussalli.

Properti di Inggris Utara menghasilkan yield 5% – 6% per tahun dan harganya naik 10% -12% per tahun, sehingga sangat menarik bagi investor. Angka ini dua kali lipat jika dibandingkan dengan properti dengan tipe yang sama di London.

Meskipun rencana Inggris keluar dari Uni Eropa—lebih dikenal dengan istilah ‘Brexit’ yang akan diputuskan oleh referendum pada 23 Juni 2016—mungkin telah membuat beberapa investor menunda menanamkan investasi, investor lain justru melihatnya sebagai peluang untuk membeli.

Moussalli melihat, investor Timur Tengah semakin bersedia untuk mengambil risiko yang lebih dalam keputusan pembelian mereka, dan banyak yang tidak melihat Brexit sebagai penghalang. Bahkan, beberapa investor bergerak mengambil risiko menyuntikkan dana ke beberapa proyek, walaupun masih bermitra dengan pengembang lokal.

“Namun, sementara investor Timur Tengah telah tren ke arah strategi serakah, mereka masih akan lebih dari bersedia untuk menjual aset Inggris selama jangka pendek dan menengah.”

“Untuk menghasilkan keuntungan yang lebih baik, beberapa investor besar dari Timur Tengah mengambil pendekatan untuk strategi portofolio properti mereka: membeli, menghasilkan keuntungan, dan menjual,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini