Sukses


Fundamental Kuat Jadi Momentum untuk Membeli Properti

"Yang bikin tidak positif adalah para pengamat yang mengatakan sektor properti akan stagnan dalam waktu panjang.”

Liputan6.com, Jakarta Pelemahan ekonomi nasional yang diikuti melambatnya laju sektor properti terasa sejak 2015 lalu. Sejumlah pengembang bahkan mengerem peluncuran proyek mereka, sementara sebagian lagi “terpaksa” menyesuaikan proyek dengan kantong konsumen yang menipis untuk tetap bisa berjualan.

Tahun ini, sejumlah tren positif mulai tampak, seperti turunnya BI rate menjadi 6,75% 17 Maret lalu. Hal ini biasanya diikuti oleh penurunan tingkat inflasi.

“Penurunan BI rate sudah terjadi secara bertahap sejak awal tahun. Di Januari lalu BI rate turun 25 basis poin menjadi 7,25%, di Februari kembali turun menjadi 7%, dan 17 Maret lalu turun lagi menjadi 6,75%,” Mandrowo Sapto, Direktur PT Synthesis Karya Pratama—pengembang apartemen Synthesis Kemang Residence seperti dikutip dari laman Rumah.com, Rabu (23/3).

Tahun ini, imbuhnya, pasar terlihat mulai bergerak. Pasalnya, stagnasi si sektor properti biasanya tidak lebih dari satu tahun.

“Kita tidak dalam masa krisis, karena fundamental ekonomi kita kuat dan sejumlah indikator pun menunjukkan tren positif, seperti turunnya BI rate. Yang bikin tidak positif adalah para pengamat yang mengatakan sektor properti akan stagnan dalam waktu panjang,” katanya.

Selain turunnya BI rate, tutur Mandrowo, pengembang properti tak ada yang menunda pembangunan proyek. Pengembang besar maupun kecil meluncurkan produk tahun ini.

“Selain itu, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) juga tidak bisa dibendung. Saat orang asing masuk ke Indonesia, mereka butuh tempat tinggal. Sementara ekspatriat belum bisa membeli properti, maka investor lokal bisa menyewakan propertinya untuk orang asing,” paparnya.

High Risk, High Return
Di sisi lain, Imron Rosyadi, GM Sales & Marketing PT Synthesis Kreasi Bersama menguraikan, permintaan dari konsumen properti memang belum sepenuhnya pulih. Padahal, menurutnya, momentum seperti ini sangat baik digunakan agar konsumen untuk mengambil keuntungan (gain).

Masalahnya, ada kekhawatiran dari konsumen mengenai masa depan properti yang akan mereka beli. Apakah berjalan sesuai rencana atau justru mangkrak?

“Membeli apartemen memang mengandung risiko, karena bangunannya inden. Untuk produk rumah masih laku, karena pembangunannya hanya beberapa bulan. Sementara untuk apartemen, masih banyak konsumen yang ragu, apakah bangunan tersebut rampung?” urai Imron.

Sebenarnya, lanjut Imron, bagi konsumen yang membeli properti saat ini, banyak sekali keuntungan yang bakal didapat. Pasalnya, developer tak segan memberi potongan harga, hadiah, gimmick, dan kemudahan cara membayar. Dengan kata lain: high risk, high return.

Akan tetapi, katanya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli properti, terutama apartemen. Pertama, track record pengembang mesti dilihat. Jika sebelumnya pengembang tersebut selalu sukses membangun proyeknya, maka konsumen tak perlu khawatir.

Kedua, besarnya permintaan (demand) dari pasar yang menyerap sebuah proyek.

“Dengan makin berkurang dan mahalnya lahan, pertumbuhan penduduk, dan berkembangnya infrastruktur, maka nilai properti yang dibeli pun akan meningkat secara signifikan,” pungkasnya. (Aer)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini