Sukses


Mengintip Potensi Properti di Gianyar

Bali tidak hanya menjadi destinasi utama turis lokal dan mancanegara, tetapi juga menjadi incaran para investor dan pengembang.

Liputan6.com, Jakarta Meski akhir 2014 hingga 2015 bisnis properti perumahan di Bali terbilang rendah, Bali masih menjadi primadona para pengembang untuk terus membuka proyek baru.

Seperti dikatakan Ketut Damar Rahadi, Sales and Marketing Manager PT. Grha Giri Kencana kepada Rumah.com, Kamis (7/1/2016) membenarkan bahwa pertumbuhan properti di Gianyar, Bali, sangat signifikan terhitung dari tahun 2000 hingga akhir 2013.

Damar memaparkan, setidaknya ada dua kelebihan yang dimiliki Bali di mata pihak pengembang. Pertama, Bali memiliki prestis tersendiri baik nasional dan internasional. Prestis lokasi tersebut menjadikan harga tanah di Bali setiap tahun mengalami peningkatan.

Sebagai contoh, pada 2015 harga tanah mentah di daerah Bona dipatok seharga Rp4,5 juta/m2. Sedangkan jenis tanah kavling bisa mencapai Rp 6 juta/m2. Menurut Damar, kenaikannya sekitar 6% setiap enam bulan sekali.

Kedua, target pasar perumahan di Bali cukup beragam. Mulai dari penduduk lokal, pendatang yang ingin memiliki tempat peristirahatan di sana, hingga pengusaha yang ingin menjadikan properti ini untuk disewakan. Hampir semua sudut di Bali memiliki tempat wisata sehingga tak pernah sepi dari wisatawan, baik lokal maupun asing.

Artinya, peluang investasinya cukup besar. Sembari menunggu kenaikan harga, Anda bisa menyewakannya dan mendapatkan pemasukan secara berkala.

Disinggung tentang persaingan properti perumahan dengan jenis properti lain, seperti hotel, vila, dan motel, Damar menjawab bahwa bisnis properti perumahan masih dikatakan unggul, meski dalam hal perizinan, hotel lebih mudah didapat dibanding perumahan.

Yang disesalkan Damar, ulah pengembang yang tidak memiliki berkas-berkas yang lengkap itu berdampak pula pada pengembang-pengembang lain yang memiliki legalitas lengkap.

“Perizinan membangun perumahan di Bali saat ini diperkertat. Disebabkan sebanyak 60% lahan sudah digunakan untuk perumahan, sehingga efek domino kerap terjadi masalah dalam hal legalitas pendirian proyek,” jelas Damar.

Sama halnya dengan beberapa perumahan lainnya, kondisi sulitnya mendapatkan air dari PDAM menjadi permasalahan. Ini membuat pengembang ataupun masyarakat mau tidak mau harus mengebor sumur sendiri.

Lingkungan masyarakat sekitar proyek juga dinilai menjadi tantangan pihak pengembang. Pihak pengembang harus memiliki visi misi yang jelas dalam tata kelola seperti kebersihan dan kesepakatan lainnya untuk tidak merusak tatanan awal dan nilai leluhur penduduk sekitar.

“Di Serongga misalnya, kita berikan dana kompensasi atas lahan yang kita ambil dari jalan warga. Bahkan kita juga memberikan harga khusus bagi warga setempat yang ingin beli rumah kami. Di Bona rumah warga kita perbaiki yang masih di sekitaran perumahan,” kata Damar.

Daerah Bona dan Serongga di Gianyar adalah dua contoh sasaran lokasi pihak pengembang di Bali. Pembangunan infrastruktur yang sudah modern, seperti banyaknya supermarket, obyek wisata terkenal seperti Taman Safari, Pantai Komune, serta akses jalan baypass yang menghubungkan langsung ke Kota Denpasar menjadi daya tarik para investor membeli rumah di daerah ini.

Sebagai pengembangan Damar menambahkan, pihaknya membuat dua proyek perumahan yang berlokasi di Bona dan Serongga. Banyak pembeli rumah sebagai hunian, namun ada juga yang membeli dengan tujuan investasi.

“Apalagi kini akan dibangun jalur khusus transportasi bus Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabaran) jelas ini menjadi potensi menggiurkan untuk berinvestasi di Gianyar,” kata Damar.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.