Sukses


Mengakses Rumah Subsidi Makin Mudah di 2016

Dengan angka urbanisasi 3,4 juta per tahun, diperlukan 820 ribu-920 ribu unit rumah per tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Backlog perumahan di Tanah Air disinyalir terus bertambah. Angkanya pun masih simpang siur: ada yang mengatakan 13,5 juta, ada pula yang menyebut 15 juta.

“Dengan angka urbanisasi 3,4 juta per tahun, diperlukan  820 ribu-920 ribu unit rumah per tahun. Namun, hanya 400 ribu-500 ribu unit yang bisa dipenuhi. Jadi, memang kecenderungannya angka backlog selalu naik,” jelas Maurin Sitorus, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) seperti dikutip dari Rumah.com.

Menurutnya, hal inilah yang melatarbelakangi Program Sejuta Rumah yang memiliki target pembangunan satu juta unit rumah per tahun.

“Kebutuhan rumah yang layak adalah hak dasar seluruh rakyat indonesia, sekaligus kewajiban negara, baik pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi, tak hanya pemerintah, masyarakat luas juga berkepentingan menyelesaikan masalah perumahan,” kata Maurin.

“Selain itu, perumahan juga memiliki fungsi memperkecil kesenjangan sosial dan lain-lain.”

Tiga kelompok

Terkait perumahan yang tersurat dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional dan Program Sejuta Rumah, 46 juta keluarga di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok: kelompok pertama (sebanyak 40 persen) adalah mereka yang tidak punya kemampuan memiliki rumah.

Bagi mereka, Pemerintah membangun hunian-hunian khusus, seperti rumah nelayan, Rusunawa, rumah untuk korban bencana, dan lain-lain. Mereka juga mendapat bantuan stimulan untuk rumah tak layak huni dengan target 25.000 unit dan bantuan pembangunan rumah baru dengan target 250.000 unit.

Kelompok kedua (40 persen) merupakan masyarakat yang memiliki kemampuan membeli rumah namun harus dibantu. Untuk itu, Pemerintah memberi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dengan uang muka 1 persen, bunga KPR 5 persen, dan tenor 20 tahun; bantuan uang muka (BUM) Rp 4 juta per unit; dan untuk pegawai negeri sipil (PNS) uang muka ditambah Rp 4 juta; pembebasan PPN 10 persen, serta dibantu PSU.

“Diperkirakan dengan bantuan tersebut daya beli mereka meningkat,” kata Maurin.

Sementara itu, kelompok ketiga (20 persen) adalah mereka yang mampu membeli rumah tanpa bantuan dari pemerintah.

Dana ditambah

Permasalahan lain yang timbul, imbuh Maurin, adalah masalah kenaikan harga tanah, perizinan, infrastruktur, serta kenaikan harga material dan biaya tenaga kerja.

Agar harga rumah MBR tidak meningkat terlalu tajam, Pemerintah tidak membebaskan harga dengan mekanisme pasar, tetapi mengatur dalam regulasi KemenPUPR, dimana harga naik tak terlalu signifikan per tahun.

“Dana untuk pembiayaan rumah subsidi tahun depan cukup. Ada dua sistem pembiayaan: pertama, melalui FLPP, dimana dana tahun depan meningkat dari Rp 5,1 triliun menjadi Rp 9,3 triliun. Kedua, dengan KPR subsidi selisih bunga sebesar Rp 2 triliun, dan BUM Rp1,2 triliun,” paparnya. “Dengan demikian, rumah subsidi yang bisa dibiayai di 2016 mencapai 700.000 unit.” (Anto/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini