Sukses


Siapa Minat, Rumah Subsidi Rp 120 Juta Dibangun di Bandung

Secara umum, tidak banyak kendala dalam pengembangan rumah murah di Bandung dan sekitarnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pencanangan program Sejuta Rumah disambut antusias pengembang di daerah. Perusahaan properti PT Tujuh Pilar Sarana berencana memasarkan rumah bersubsidi dengan harga Rp 120 juta di Soreang, Bandung Selatan, Jawa Barat.

Ferry Sandiyana, Direktur PT Tujuh Pilar Sarana mengatakan pengembangan rumah murah itu akan dilakukan di atas lahan seluas 4 hektare lebih, dan nantinya akan dibangun total 300 unit rumah.

"Sebagian besar akan kami kembangkan sebagai rumah menengah bawah termasuk rumah bersubsidi," kata Ferry kepada Liputan6.com, Sabtu (20/06/2015).

Saat ini di lapangan sedang dilakukan penuntasan pembebasan lahan, sekaligus sedang disiapkan proses perizinannya. Jika perizinan tuntas akan dilanjutkan dengan proses konstruksi pada tahun ini juga.

Menurut Ferry yang kini menjabat Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (AP2ERSI), untuk rumah subsidi dengan tipe 30/60 akan dijual dengan harga Rp 120 juta sesuai ketentuan pemerintah agar dapat memperoleh Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Program ini menawarkan uang muka 1 persen, serta suku bunga KPR 5 persen dengan tenor hingga 20 tahun.

Secara umum, dia mengungkapkan tidak banyak kendala dalam pengembangan rumah murah di Bandung dan sekitarnya. Namun diakui harga lahan untuk rumah murah semakin langka, karena lonjakan harga tanah tidak mampu dikontrol pemerintah. Selain itu, di Jawa Barat banyak bermunculan pengembang "dadakan" yang tidak bertanggungjawab dan merugikan konsumen.

Aktivitas pengembang dadakan yang mayoritas tidak berbadan hukum dan bermodal minim itu sebenarnya tidak hanya marak di Jawa Barat, namun juga di daerah lain.

"Kami mendesak pemerintah daerah berani mengeluarkan peraturan daerah (perda) yang mewajibkan pengembang properti bergabung pada asosiasi sehingga lebih mudah dipantau sehingga tidak sampai merugikan masyarakat," tegas Ferry.

Dia menyebutkan kalau pengembang sudah bergabung dalam satu asosiasi, dan dikemudian hari ada persoalan, maka  konsumen dapat meminta pertanggungjawaban kepada asosiasi. "Asosiasi bisa menjadi mediator, atau bahkan menindak pengembang nakal tersebut," ujar Ferry.(Rinaldi/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.